BAB I
PENDAHULUAN
A. Pemahaman
Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah adalah seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber Al-Quran
dan Sunnah menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani
kehidupan sehari-hari sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya
masyarakat utama yang diridloi Allah SWT.
Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup pribadi,
keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis,
mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan,
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan budaya
yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan yang baik).
B. Landasan dan sumber
Landasan dan sumber Pedoman Hidup
Islami Warga Muhammadiyah ialah Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan pengembangan
dari pemikiran-pemikiran formal (baku) yang berlaku dalam Muhammadiyah, seperti;
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah, Matan Kepribadian muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah
serta hasil-hasil Keputusan Majelis Tarjih.
C. Kepentingan
Warga Muhammadiyah dewasa ini memerlukan
pedoman kehidupan yang bersifat panduan dan pengkayaan dalam menjalani berbagai
kegiatan sehari-hari, Tuntutan ini didasarkan atas perkembangan situasi dan
kondisi antara lain :
Kepentingan akan adanya Pedoman
yang dijadikan acuan bagi segenap anggota Muhammadiyah sebagai penjabaran dan
bagian dari Keyakinan Hidup Islami Dalam Muhammadiyah yang menjadi amanat
Tanwir Jakarta 1992 yang lebih merupakan konsep filosofis.
Perubahan-perubahan sosial-politik
dalam kehidupan nasional di era reformasi yang menumbuhkan dinamika tinggi
dalam kehidupan ummat dan bangsa serta mempengaruhi kehidupan Muhammadiyah,
yang memerlukan pedoman bagi warga dan Pimpinan Persyarikatan bagaimana
menjalani kehidupan di tengah gelombang perubahan itu.
Perubahan-perubahan alam pikiran
yang cenderung pragmatis (berorientasi pada nilai guna semata), materialistis
(berorientasi pada kepentingan materi semata), dan hedonistis (berorientasi
pada pemenuhan kesenangan duniawi) yang menumbuhkan budaya inderawi (kebudayaan
duniawi yang sekular) dalam kehidupan modern abad ke-20 yang disertai dengan
gaya hidup modern memasuki era baru abad ke-21.
Penetrasi budaya (masuknya budaya
asing secara meluas) dan multikulturalisme (kebudayaan masyarakat dunia yang
majemuk dan serba milintasi) yang dibawa oleh globalisasi (proses-proses
hubungan-hubungan sosial-ekonomi-politik-budaya yang membentuk tatanan sosial
yang mendunia) yang akan makin nyata dalam kehidupan bangsa.
Perubahan
orientasi nilai dan sikap dalam bermuhammadiyah karena berbagai faktor
(internal dan eksternal) yang memerlukan standar nilai dan norma yang jelas
dari Muhammadiyah sendiri.
D. Sifat
Pedoman Hidup
Islami Warga Muhammadiyah Memiliki beberapa sifat/kriteria sebagai berikut :
Mengandung hal-hal pokok/prinsip dan penting
dalam bentuk acuan nilai dan norma.
Bersifat pengkayaan dalam arti
memberi banyak khazanah untuk membentuk keluhuran dan kemuliaan ruhani dan
tindakan.
Aktual, yakni memiliki keterkaitan
dengan runrutan dan kepentingan kehidupan sehari-hari.
Memberikan arah bagi tindakan
individu maupun kolektif yang bersifat keteladanan.
Ideal, yakni dapat menjadi panduan
untuk kehidupan sehari-hari yang bersifat pokok dan utama.
Rabbani, artinya mengandung
ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalihan.
Taisir, yakni panduan yang mudah
dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.
E. Tujuan
Terbentuknya perilaku individu dan
kolektif seluruh anggota Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik
(uswah hasanah) menuju terbentuknya masyarakat utama yang diridlai Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
E. Kehidupan Dalam Mengelola Amal Usaha
1. Amal
usaha muhammadiyah adalah suatu usaha dari usaha-usaha persyarikatan untuk
mencapai maksud dan tujuan persyerikatan, yakni menegakan dan menjunjung tinggi
agama islam sehingga terwujud masyarakat utama yang diridhai Allah SWT.
2. Amal usaha muhammadiyah adalah milik
persyarikatan, dan persyarikatan bertindak sebagai badan hukum/yayasan dari
seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk kepemilikan persyarikatan
hendaknya dapat diinvestarisasi dengan baik serta dilindungi dengan bukti
kepemilikan yang sah menurut hukum yang berlaku.
3. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan
diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan dalam kurun waktu tertentu.
4. Pimpinan amal usaha muhammadiyah adalah
anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di bidang amal usaha
tersebut.
5. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat
memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban amanah persyarikatan.
6. Pemimpin amal usaha Muhammadiyah senantiasa
berusaha meningkatkan dan mengembangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawab
dengan penuh kesungguhan.
7. Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan
keuntungan, maka pimpinan amal usaha Muhammadiyah berhak mendapatkan nafkah
dalam ukuran kewajaran (sesuai ketentuan yang berlaku).
8. Pimpinan amal usaha muhammadiyah berkewajiban
melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya
dalam hal keuangan/kekayaan kepada pimpinan perysrikatan secara bertanggung
jawab dan bersedia untuk diaudit serta mendapatkan pengawasan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
9. Pimpinan
amal usaha muhammadiyah harus bisa menciptakan suasana kehidupan islami dan
dalam amal usaha yang terjadi tanggung jawabnya.
10. Karyawan
amal usaha muhammadiyah adalah warga (anggota) muhammadiyah yang dipekerjakan
sesuai dengan keahlian atau kemampuanya.
11. Seluruh
pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha muhammadiyah berkewajiban dan
menjadi tuntutan untuk menunjukan keteladanan diri, melayani sesama,
menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi sebagai
cerminan dari sikap ihsan, ikhlas dan ibadah.
12. Seluruh
pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha muhammadiyah hendaknya
memperbanyak silaturrahmi dan membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis
(persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem
dan penyelenggaraan amal usaha masing-masing
F. Kehidupan Dalam Berbisnis
1. Kegiatan bisnis-ekonomi merupakan upaya yang dilakukan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Sepanjang tidak
merugikan kemaslahatan manusia, pada umumnya semua bentuk kerja diperbolehkan,
baik di bidang produksi maapun distribusi (perdagangan) barang dan jasa.
Kegiatan bisnis barang dan jasa
2. Dalam melakukan
kegiatan bisnis-ekonomi pada prinsipnya setiap orang dapat menjadi
pemilik organisasi bisnis, ataupun menjadi keduanya (pemilik sekaligus
pengelola), dengan utntutan agar ditempuh dengan cara yang benar dan halal
sesuai dengan prinsip mu'amalah dalam Islam. Dalam menjalankan aktivitas bisnis
tersebut orang dapat pula menjadi pemimpin, maupun menjadi anak buah secara bertanggung
jawab sesuai dengan kemampuan dan kelayakan. Baik menjadi pemimpin maupun anak
buah mempunyai tugas, kewajiban, dan tanggung jawab sebagaimana yang telah
diatur dan disepakati bersama secara suka rela dan adil. Kesepakatan yang adil
ini harus dijalankan sebaik-baiknya oleh para pihak yang telah menyepakatinya.
3. Prinsip sukarela dan keadilan merupakan prinsip
penting yang harus dipegang, baik dalam lingkungan intern (organisasi) maupun
dengan pihak luar (patner maupun pelanggan). Suka rela dan adil mengandung arti
tidak ada paksaan, tidak pemerasan, tidak ada pemalsuan, dan tidak ada tipu
muslihat. Prinsip suka rela dan keadilan harus dilandasi dengan kejujuran
4. Hasil dari aktifitas
bisnis-ekonomi itu akan menjadi harta kekayaan (maal) pihak yang mengusahakannya.
Harta dari hasil kerja ini merupakan karunia Allah yang penggunannya harus
sesuai dengan jalan yang diperkenankan Allah SWT. Meskipun harta itu dicari
dengan jerih payah dan usaha sendiri, tidak berarti harta itu dapat
dipergunakan semau-maunya sendiri, tanpa mengindahkan orang lain. Harta memang
dapat dimiliki secara pribadi namun harta itu juga mempunyai fungsi sosial yang
berarti bahwa harta itu harus dapat membawa manfaat bagi diri, keluarga,
dan masyarakatnya, dengan halal dan baik. Karenanya terdapat kewajiban zakat dan tuntutan shadaqah,
infaq, wakaf, dan jariyah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam ajaran
Islam.
5.
Ada
berbagai jalan perolehan dan pemilikan harta, yaitu melalui (1) usaha berupa
aktifitas bisnis-ekonomi atas dasar sukarela (taradlin), (2) waris, yaitu
peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia pada ahli warisnya, (3) wasiat,
yaitu pemindahan hak milik kepada orang yang diberi wasiat setelah seseorang
meniggal dengan syarat bukan ahli waris yang berhak menerima warisan dan tidak
melebihi sepertiga jumlah harta pusaka yang diwariskan dan (4) hibah, yaitu
pemberian suka rela dari/kepada seseorang. dari semuanya itu, harta yang
diperoleh dan dimiliki dengan jalan usaha (bekerja) adalah harta yang paling
terpuji.
6.
Kadangkala harta dapat pula diperoleh dengan jalan utang-piutang (qardlun),
maupun pinjaman ('ariyah). Kalau kita memperoleh harta dengan jalan berutang
(utang uang dan kemudian dibelikan barang, misalnya), maka sudah pasti ada
kewajiban kita untuk mengembalikan utang itu secepatnya, sesuai dengan
perjanjian (dianjurkan perjanjian itu tertulis dan ada saksi). Dalam hal utang
ini juga dianjurkan untuk sangat berhati-hati, disesuaikan dengan kemampuan
untuk mengembalikan di kemudian hari, dan tidak memberatkan diri, serta sesuai
dengan kebutuhan yang wajar. Harta dari utang ini dapat menjadi milik yang
berutang. Peminjam yang telah mampu mengembalikan, tidak boleh menunda-nunda,
sedangkan bagi peminjam yang belum mampu mengembalikan perlu diberi kesempatan
sampai mampu. Harta yang didapat dari pinjaman ('ariyah), artinya ia meminjam
barang, maka ia hanya berwenang mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa
kewenangan untuk menyewakan, apalagi memperjualbelikan. Pada saat yang
dijanjikan, barang pinjaman tersebut harus dikembalikan seperti keadaan semula.
Dengan kata lain, peminjam wajib memelihara barang yang dipinjam itu
sebaik-baiknya.
7.
Dalam kehidupan bisnis-ekonomi, kadangkala orang atau organisasi bersaing
satu sama lain. Berlomba-lomba
dalam hal kebaikan dibenarkan bahkan dianjurkan dalam Agama. Perwujudan
persaingan atau berlomba dalam kebaikan itu dapat berupa pemberian mutu barang
atau jasa yang lebih baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan mudah,
pelayanan purna jual yang lebih terjamin, atau kesediaan menerima keluahan dari
pelanggan. Dalam hal persaingan ini tetap berlaku prinsip umum kesukarelaan,
keadilan, dan kejujuran, dan dapat dimasukkan pada pengertian fastabiqul
khairat sehingga tercapai bisnis yang mabrur.
8. Keinginan manusia untuk memperoleh dan memiliki
harta dengan menjalankan usaha bisnis-ekonomi ini kadangkala memperoleh hasil
dengan sukses yang merupakan rizki yang harus disyukuri. Di pihak lain, ada orang atau
organisasi yang belum meraih sukses dalam usaha bisnis-ekonomi yang
dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong menolong selalu dianjurkan agama dan
ini dijalankan dalam kerangka berlomba-lomba dalam kebaikan. Tidaklah benar
membiarkan orang dalam kesusahan sementara kita bersenang-senang. Mereka yang
sedang gembira dianjurkan menolong mereka yang gagal, mereka yang memperoleh
keuntungan dianjurkan untuk menolong orang yang merugi. Kesuksesan janganlah
mendorong untuk berlaku sombong, dan ingkar akan ni'mat Tuhan, sedang kegagalan
atau bila belum berhasil janganlah membuat diri putus asa dari rahmat Allah.
9.
Harta dari hasil usaha bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-hamburkan dengan
cara yang mubadzir dan boros. Perilaku boros di samping tidak terpuji juga
merugikan usaha pengembangan bisnis lebih lanjut, yang pada gilirannya
merugikan seluruh orang yang bekerja untuk bisnis tersebut. Anjuran untuk tidak
berlaku boros itu juga berarti anjuran untuk menjalankan bisnis dengan cermat,
penuh perhitungan, dan tidak sembrono. Untuk bisa menjalankan bisnis dengan
cara demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatan-pencatatan seperlunya,
baik yang menyangkut keuangan maupun administrasi lainnya, sehingga dapat
dilakukan pengelolan usaha yang lebih baik
10. Kinerja bisnis saat ini sedapat mungkin harus
selalu lebioh baik dari masa lalu dan kinerja bisnis pada masa mendatang harus
diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang. Islam mengajarkan bahwa hari
ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari
ini. Perspektif seperti itu harus diartikan bahwa evaluasi dan perencanaan
bisnis merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan.
11. Seandainya pengelolaan bisnis
harus diserahkan pada orang lain, maka seharusnya diserahkan kepada orang yang
mau dan mampu untuk menjalankan amanah yang diberikan. Kemauan dan kemampuan
ini penting karena pekerjaan apapun kalau diserahkan kepada orang yang tidak
mampu hanya akan membawa kepada kegagalan. Baik kemauan maupun kemampuan itu bisa dilatih dan
dipelajari. Menjadi kewajiban mereka yan mampu untuk melatih dan mengajar orang
yang kurang mampu.
12.
Semakin besar bisnis-ekonomi yang dijalankan biasanya semakin banyak
melibatkan orang atau lembaga lain. Islam menganjurkan agar harta itu tidak
hanya berputar-putar pada orang atau kelompok yang mampu saja dari waktu ke
waktu. Dengan demikian makin banyak aktifitas bisnis memberi manfaat pada
masyarakat akan makin baik bisnis itu dalam pandangan agama. Manfaat itu dapat berupa pelibatan masyarakat
dalam kancah bisnis itu lebih banyak, atau menimati hasil yang diusahakan oleh
bisnis tersebut. Sebagian dari harta yang dikumpulkan
melalui usaha bisnis-ekonomi maupun melalui jalan lain secara halal dan baik
itu tidak bisa diakui bahwa seluruhnya merupakan hak mutlak yang bersangkutan. Mereka yang menerima harta
sudah pasti, pada batas tertentu, harus menunaikan kewajibannya membayar zakat
sesuai syari'at. Di samping itu dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah
sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat rezeki yang diakruniakan Allah
kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar