BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sastra
adalah setiap bahasa berbentuk syair berisi imajinasi yang baik, ilustrasi yang
indah, makna yang kuat dan hikmah yang sesuai, yang berpengaruh terhadap
pembinaan jiwa, kepekaan rasa dan kefasihan lisan (Laelasari dan Nurlailah,
2006).
Karya
sastra terdiri atas berbagai jenis; ada yang berupa puisi, novel, cerpen, dan
sebagainya. Di dalamnya karya sastra terdapat berbagai hal yang dapat dikaji,
baik itu dari tokoh yang ada dalam cerita, gaya bahasa pengarang, maupun amanat
yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui isi cerita
atau isi puisi yang dibuatnya.
Untuk melakukan suatu
penelitian di bidang sastra, tentunya seseorang harus menggunakan suatu teori,
metode ataupun teknik yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari karya
sastra tersebut.
Begitu
banyak teori, metode, dan teknik yang dapat kita gunakan untuk mengkaji karya
sastra. Namun, yang digunakan tentunya hanya salah satu dari sekian banyak
teori, metode, dan teknik yang ada.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan di atas, adapun yang menjadi pokok permasalahan
adalah: “Apa sajakah yang menjadi teori dan metode dalam Penelitian Sastra?”
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan teori dan metode
yang dapat digunakan dalam Penelitian Sastra.
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dari isi makalah ini
adalah:
1. Memberikan
gambaran umum mengenai teori dan metode dalam pengkajian isi karya sastra.
2. Menambah pengetahuan tentang teori
dan metode dalam pengkajian isi karya sastra
khususnya bagi pencinta sastra dan bagi yang ingin mengkaji sebuah karya
sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
BEBERAPA TEORI DAN
METODE DALAM PENELITIAN SASTRA
A.
Teori penelitian
dalam sastra
Teori
berasal dari kata theoria (bahasa Latin). Secara etimologis teori berarti
kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran dunia keilmuan teori
berarti perangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi, dan
telah teruji kebenarannya. Teori berfungsi untuk mengubah dan membangun
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Menurut Fokkeme dan Kunne-Ibsch (dalam
Ratna, 2009: 2) penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan
teori-teori yang sudah ada.
Dalam buku Teori, Metode dan Teknik Penelitian sastra Nyoman Kutha Ratna mengatakan bahwa ada dua pendapat yang sangat bertentangan mengenai teori. Pertama, teori dianggap sangat membosankan sebab teori bersifat kering dan kaku, menampilkan pendapat para ahli yang berbeda-beda. Sebaliknya, pendapat kedua mengatakan bahwa teori justru sangat menarik sebab melalui teori yang dengan sendirinya melalui pemikiran ahli yang berbeda-beda, dapat diketahui isi dunia ini secara lebih mudah. Teori merupakan akumulasi pemahaman sepanjang abad sehingga konsep-konsep yang ditawarkan akan sangat membantu dalam proses penelitian. Dalam penelitian sastra terdapat beberapa teori yang menjadi pisau bedah permasalahan yang ada.
Dalam buku Teori, Metode dan Teknik Penelitian sastra Nyoman Kutha Ratna mengatakan bahwa ada dua pendapat yang sangat bertentangan mengenai teori. Pertama, teori dianggap sangat membosankan sebab teori bersifat kering dan kaku, menampilkan pendapat para ahli yang berbeda-beda. Sebaliknya, pendapat kedua mengatakan bahwa teori justru sangat menarik sebab melalui teori yang dengan sendirinya melalui pemikiran ahli yang berbeda-beda, dapat diketahui isi dunia ini secara lebih mudah. Teori merupakan akumulasi pemahaman sepanjang abad sehingga konsep-konsep yang ditawarkan akan sangat membantu dalam proses penelitian. Dalam penelitian sastra terdapat beberapa teori yang menjadi pisau bedah permasalahan yang ada.
1. Teori Strukturalisme Murni
Menurut Foley (dalam Siswantoro, 2010: 13) Strukturalisme adalah bahwa hakikat benda tidaklah terletak pada benda itu sendiri, tetapi terletak pada hubungan-hubungan di dalam benda itu. Tidak ada unsur yang mempunyai makna pada dirinya secara otonom, kecuali terkait dengan makna semua unsur di dalam sistem struktur yang bersangkutan.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki cirri bentuk dan isi atau makna yang otonom. Artinya, pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsure pembangun karya sastra. Kebertautan ini akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalis.
Ide dasar srukturalis adalah menolak kaum mimetic (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Pendek kata strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra.
2. Teori Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik adalah cabang penelitian sastra struktural yang tak murni. Semula, peletak dasar strukturalisme genetic adalah Taine. Pandanganya lalu dikembangkan melalui studi sastra secara sosiologis. Bagi dia, karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu saat karya dilahirkan. Penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsic dan ekstrinsik. Studi diawal dari kajian unsure intrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya penelitian akan menghubungkan berbagai unsure dengan realitas masyarakat. Karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra.
Menurut Foley (dalam Siswantoro, 2010: 13) Strukturalisme adalah bahwa hakikat benda tidaklah terletak pada benda itu sendiri, tetapi terletak pada hubungan-hubungan di dalam benda itu. Tidak ada unsur yang mempunyai makna pada dirinya secara otonom, kecuali terkait dengan makna semua unsur di dalam sistem struktur yang bersangkutan.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki cirri bentuk dan isi atau makna yang otonom. Artinya, pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsure pembangun karya sastra. Kebertautan ini akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalis.
Ide dasar srukturalis adalah menolak kaum mimetic (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Pendek kata strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra.
2. Teori Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik adalah cabang penelitian sastra struktural yang tak murni. Semula, peletak dasar strukturalisme genetic adalah Taine. Pandanganya lalu dikembangkan melalui studi sastra secara sosiologis. Bagi dia, karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu saat karya dilahirkan. Penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsic dan ekstrinsik. Studi diawal dari kajian unsure intrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya penelitian akan menghubungkan berbagai unsure dengan realitas masyarakat. Karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra.
3. Teori
Strukturalisme Dinamik
Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subjektif dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan social meskibagaimanapun sentral penelitian tetap pada kaya itu sendiri. Strukturalisme dinamik mengenalkan penelitian sastra dalam kaitannya dengan sistem tanda. Caranya, adalah mengabungkan kajian otonom karya sastra dan semiotik. Kajian otonom, dilakukan secara intrinsik dan kajian semiotic akan merepresentasikan teks sastra sebagai ekspresi gagasan, pemikiran dan cita-cita pengarang.gagasan tersebut dimanifestasikan dalam tanda-tanda khusus. Kepaduan antara struktur otonom dan tanda ini, merupakan wujud bahwa karya sastra bersifat dinamik.
4. Teori Strukturalisme Semiotik
Semiotik berasal dari kata Yunani semion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tanda-tanda. Tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem, konvensi serta aturan-aturan tertentu yang perlu dimengerti oleh peneliti. Tanpa memperhatikan tanda-tanda maka pemaknaan karya sastra tidaklah lengkap. Makna karya sastra tidak akan tercapai secara optimal jika tidak dikaitkan dengan wacana tanda.
5. Teori Resepsi Sastra
Secara definitive resepsi sastra, berasal dari kata recipere (latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyamputan pembaca. Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga bisa memberikan respons terhadapnya. Dalam penelitian resepsi dibedakan menjadi dua bentuk, a) resepsi secara sinkronis, dan b) resepsi secara diakronis
6. Teori Feminis
Sebagai gerakan modern, feminism lahir awal abad ke 20 yang di pelopori oleh Virginia Woolf. Feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas social.
7. Teori Stilistika
Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa bahasa sastra mempunyai tugas mulia. Bahasa memiliki pesan keindahan sekaligus membawa makna.
8. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan social. Kehidupan social akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat.
9. Teori Psikologi Sastra
Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Freud (dalam Ratna, 2009 : 344) yang membedakan kepribadian menjadi 3 macam yaitu id, ego dan super ego. Freud (dalam Ratna, 2009 : 346) juga menghubung karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung.
Psikologi sastra, adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang lebih dominan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relefansi dan peran studi psikologi.
Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subjektif dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan social meskibagaimanapun sentral penelitian tetap pada kaya itu sendiri. Strukturalisme dinamik mengenalkan penelitian sastra dalam kaitannya dengan sistem tanda. Caranya, adalah mengabungkan kajian otonom karya sastra dan semiotik. Kajian otonom, dilakukan secara intrinsik dan kajian semiotic akan merepresentasikan teks sastra sebagai ekspresi gagasan, pemikiran dan cita-cita pengarang.gagasan tersebut dimanifestasikan dalam tanda-tanda khusus. Kepaduan antara struktur otonom dan tanda ini, merupakan wujud bahwa karya sastra bersifat dinamik.
4. Teori Strukturalisme Semiotik
Semiotik berasal dari kata Yunani semion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tanda-tanda. Tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem, konvensi serta aturan-aturan tertentu yang perlu dimengerti oleh peneliti. Tanpa memperhatikan tanda-tanda maka pemaknaan karya sastra tidaklah lengkap. Makna karya sastra tidak akan tercapai secara optimal jika tidak dikaitkan dengan wacana tanda.
5. Teori Resepsi Sastra
Secara definitive resepsi sastra, berasal dari kata recipere (latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyamputan pembaca. Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga bisa memberikan respons terhadapnya. Dalam penelitian resepsi dibedakan menjadi dua bentuk, a) resepsi secara sinkronis, dan b) resepsi secara diakronis
6. Teori Feminis
Sebagai gerakan modern, feminism lahir awal abad ke 20 yang di pelopori oleh Virginia Woolf. Feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas social.
7. Teori Stilistika
Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa bahasa sastra mempunyai tugas mulia. Bahasa memiliki pesan keindahan sekaligus membawa makna.
8. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan social. Kehidupan social akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat.
9. Teori Psikologi Sastra
Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Freud (dalam Ratna, 2009 : 344) yang membedakan kepribadian menjadi 3 macam yaitu id, ego dan super ego. Freud (dalam Ratna, 2009 : 346) juga menghubung karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung.
Psikologi sastra, adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang lebih dominan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relefansi dan peran studi psikologi.
10. Teori
Antropologi Sastra
Secara definitif antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia. Antropologi sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide dan merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru dalam il Metode penelitian sastra
Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedang methodos berasal dari akar kata meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan hodos (jalan, cara, arah).
Secara definitif antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia. Antropologi sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide dan merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru dalam il Metode penelitian sastra
Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedang methodos berasal dari akar kata meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan hodos (jalan, cara, arah).
A. Metode dianggap sebagai cara, strategi untuk memahami
realitas
1. Metode intuitif
Metode intuitif dianggap sebagai kemampuan dasar manusia dalam upaya memahami unsur-unsur kebudayaan. Ciri khas metode intuitif adalah kontemplasi, pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan keseimangan antara individu dengan alam semesta.
2. Metode hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuein, bahasa yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Pada dasarnya medium pesan adalah bahasa jadi penafsiran disampaikan lewat bahasa. Karya sastra perlu di tafsirkan sebab disatu pihak karya sastra terdiri atas bahasa dipihak lain didalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi atau dengan sengaja disembunyikan.
3. Metode kualitatif
Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungan dengan konteks keberadaanya. Dalam penelitian karya sastra misalnya akan dilibatkan pengarang, lingkungan social dimana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya.
4. Metode analisisisi
Isi dalam metode analisis isi terdiri atas 2 macam yaitu isi laten dan komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah sedang isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akaibat komunikasi yang terjadi.
5. Metode formal
Formal berasal dari kata forma (latin), yang berarti bentuk, wujud. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek bentuk yaitu unsur karya sastra.
6. Metode dialektika
Secara etimologis berasal dari kata dialectica (latin), yang berarti cara membahas. Secara historis metode dialektika ada sejak zaman plato tapi diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Mekanisme kerja terdiri atas thesis, antithesis dan sinthesis.
1. Metode intuitif
Metode intuitif dianggap sebagai kemampuan dasar manusia dalam upaya memahami unsur-unsur kebudayaan. Ciri khas metode intuitif adalah kontemplasi, pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan keseimangan antara individu dengan alam semesta.
2. Metode hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuein, bahasa yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Pada dasarnya medium pesan adalah bahasa jadi penafsiran disampaikan lewat bahasa. Karya sastra perlu di tafsirkan sebab disatu pihak karya sastra terdiri atas bahasa dipihak lain didalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi atau dengan sengaja disembunyikan.
3. Metode kualitatif
Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungan dengan konteks keberadaanya. Dalam penelitian karya sastra misalnya akan dilibatkan pengarang, lingkungan social dimana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya.
4. Metode analisisisi
Isi dalam metode analisis isi terdiri atas 2 macam yaitu isi laten dan komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah sedang isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akaibat komunikasi yang terjadi.
5. Metode formal
Formal berasal dari kata forma (latin), yang berarti bentuk, wujud. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek bentuk yaitu unsur karya sastra.
6. Metode dialektika
Secara etimologis berasal dari kata dialectica (latin), yang berarti cara membahas. Secara historis metode dialektika ada sejak zaman plato tapi diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Mekanisme kerja terdiri atas thesis, antithesis dan sinthesis.
Secara
teoritis setiap fakta sastra dapat dianggap sebagai thesis kemudian di adakan
negasi. Dengan adanya pengingkaran maka thesis dan antithesis seolah-olah
hilang atau berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi yaitu sinthesis
itu sendiri.
7. Metode deskriptif analisis
Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Mula-mula data dideskripsikan, kemudian dianalisis bahkan juga diperbandingkan.mu sastra.
7. Metode deskriptif analisis
Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Mula-mula data dideskripsikan, kemudian dianalisis bahkan juga diperbandingkan.mu sastra.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Terdapat beberapa jenis teori yang dapat digunakan dalam
penelitian sastra, antara lain: Struktural (Objektif);
Intuitif; hermeneutika; struktural dinamik;
semiotik, yang terdiri atas semiotik sastra dan semiotik sosial; stilistika, sosiologi sastra, strukturalisme genetik, pragmatik, fonemis, kajian sastra
lisan, dan sebagainya.
Bagi
para peneliti sastra tentunya dapat memilih salah satu teori yang akan
dijadikan acuan atau pedoman dalam pengkajian isi karya sastra, sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapainya.
B. Saran
Adapun
saran yang dapat penulis sampaikan adalah bagi para pembaca yang ingin
mengetahui lebih jelas mengenai teori-teori sastra yang ada, dapat membaca atau
sebaiknya memiliki buku mengenai teori penelitian maupun pengkajian sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT. Buku Kita
Jauhari, Heri. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : CV PustakaSetia
Ratna, Nyoman Kuta. 2009. Peneitian Sastra (Teori, Metode dan Teknik). Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra (Analisis Struktur Puisi). Yogyakarta : Pustaka Pelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar